| TUGAS INOVASI PENDIDIKAN Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Inovasi Pendidikan Pengampu: Dr. Tjipto Subadi ![]() Disusun oleh : Fitria nurkholis A310080234 4D JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA INDONESIA DAN SASTRA DAERAH FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2010 BAB I PENGERTIAN INOVASI Secara epistemology, inovasi berasal dari kata latin, innovation yang berarti pembaruan dan perubahan. Kata kerjanya innovo yang artinya memperbaruhi dan merubah. Inovasi ialah suatu perubahan yang baru menuju kearah perbaikan; yang lain atau berbeda dari sebelumnya, yang dilakukan dengan sengaja dan berencana. ( Fuad Ihsan, 2003: 191 ) Menurut Suprayekti ( 2004: 2 ), inovasi adalah segala sesuatu yang diciptakan oleh manusia dan dirasakan sebagai hal yang baru oleh seseorang atau masyarakat, sehingga dapat bermanfaat bagi kehidupannya.. BAB II PENGERTIAN INOVASI PENDIDIKAN A. Pengertian Inovasi Inovasi kadang pula diartikan sebagai penemuan, namun berbeda maknanya dengan penemuan dalam arti discovery atau invention (invensi). Discovery mempunyai makna penemuan sesuatu yang sebenarnya sesuatu itu telah ada sebelumnya, tetapi belum diketahui. Sedangkan invensi adalah penemuan yang benar-benar baru sebagai hasil kegiatan manusia. Prof. Dr. Anna Poejiadi (dalam http://inovasipendidikan.wordpress.com) memberikan penjelasan: secara harfiah to discover berarti membuka tutup. Artinya sebelum dibuka tutupnya, sesuatu yang ada di dalamnya belum diketahui orang. Sebagai contoh perubahan pandangan dari geosentrisme menjjadi heliosentrisme dalam astronomi. Nicolaus Copernicus memerlukan waktu bertahun-tahun guna melakukan pengamatan dan perhitungan untuk menyatakan bahwa bumi berputar pada porosnya, bahwa bulan berputar mengelilingi matahari dan bumi, bahwa planet-planet lain juga berputar mengelilingi matahari. Kesalahan besar yang ia lakukan adalah bahwa ia yakin semua planet (termasuk bumi dan bulan) mengelilingi matahari dalam bentuk lingkaran. Penemuan ini menggugah Tycho Brahe melakukan pengamatan lebih teliti terhadap gerakan planet. Data pengamatan kemudian membuat Johanes Kepler akhirnya mampu merumuskan hukum-hukum gerak planet yang tepat. Penemuan ketiga tokoh tersebut merupakan ”discovery”. Sedangkan invent yang dalam kamus didefinisikan sebagai menciptakan sesuatu yang baru yang tidak pernah ada sebelumnya. Contoh invention adalah penemuan Thomas Alva Edison, yaitu penemuan perekam suara elektronik, penyempurnaan mesin telegram yang secara otomatis mencetak huruf mesin, mesin piringan hitam, dan pengembangan bola lampu pijar. Inovasi diartikan penemuan dimaknai sebagai sesuatu yang baru bagi seseorang atau sekelompok orang baik berupa discovery maupun invensi untuk mencapai tujuan atau untuk memecahkan masalah tertentu. Dalam inovasi tercakup discovery dan invensi. Berikut definisi inovasi dari berbagai sumber. 1. Inovasi adalah pemasukan hal-hal yg baru; pembaruan. (Kamus Bahasa Indonesia: 2008) 2. Kata innovation yang seringkali diterjemahkan sebagai pembaharuan selalu dirangkai dengan penemuan (invention) sehingga pengertian inovasi merupakan hasil penemuan baru akibat adanya perubahan. Kata inovation dalam khasanah bahasa Indonesia telah diserap sebagai istilah indonesia ‘inovasi’ yang dimaknakan sebagai suatu ide, barang, kejadian, metode yang dirasakan atau diamati sebagai sesuatu yang baru bagi seseorang atau bagi masyarakat luas. (Supriyanto, 2007: 1) 3. Inovasi adalah memperkenalkan ide baru, barang baru, pelayanan baru dan cara-cara baru yang lebih bermanfaat. Inovasi atau innovation berasal dari kata to innovate yang mempunyai arti membuat perubahan atau memperkenalkan sesuatu yang baru. (http://all-about-trick.blogspot.com) 4. Menurut Rasli inovasi adalah perkataan yang berasal daripada bahasa Latin ‘innovare’ yang bermaksud memperbaharui atau meminda. Setiap perniagaan mesti melalui proses inovasi dari semasa ke semasa untuk menjamin kesinambungan operasinya. Menurutnya, proses inovasi adalah satu proses yang berterusan bagi memastikan perusahaan akan dapat meneruskan persaingan dalam pasaran. Menurut Hussin inovasi bisa dirumuskan sebagai satu proses penambahbaikan kepada pengeluaran sesuatu produk atau peningkatan sesuatu perkhidmatan, dengan menggunakan idea-idea baru. Perubahan ini bagi memenuhi kehendak dan tuntutan pelanggan serta meningkatkan keuntungan sesebuah organisasi. (Saputra: 2009, dalam http://h210189.blog.binusian.org) B. Karakteristik Inovasi Dari pengertian inovasi tersebut dapat ambil karakteristik atau ciri-ciri dari inovasi, yaitu (Miranda, dalam http://dianmiranda.wordpress.com): - Baru, berbeda dari hal atau keadaan sebelumnya. - Kualitatif, peningkatan nilai guna dan nilai tambah pada peningkatan mutu. - Hal, mencakup berbagai komponen dan aspek dalam pendidik baik berupa ide, kegiatan/praktek kerja, dan hail produksi. - Unsur kesengajaan, dilaksanakan secara terencana. - Meningkatkan kemampuan, meningkatkan kemampuan berbagai sumber masukan yang ada dalam pendidikan yang meliputi unsur manusia, kemampuan dana, sarana dan prasarana. - Tujuan, mempunyai kejelasan sasaran dan hasilnya. Adapun karakteristik atau ciri-ciri suatu inovasi yang lain adalah sebagai berikut (Kusuma: 2010, dalam http://fajarkusuma.student.umm.ac.id) : 1. Keuntungan relatif, yaitu sejauh mana inovasi dianggap menguntungkan bagi penerimanya. Tingkat keuntungan atau kemanfatan suatu inovasi dapat diukur berdasarkan nilai ekonominya atau dari faktor sosial, kesenangan, kepuasan, atau karena mempunyai komponen yang sangat penting. Makin menguntungkan bagi penerima makin cepat tersebarnya inovasi. 2. Kompatibel, yaitu tingkat kesesuaian inovasi dengan nilai, pengalaman lalu dan kebutuhan dari penerima. Inovasi yang tidaksesuai dengan nilai atau norma yang diyakini oleh penerima tidak akan diterima secepat inovasi yang sesuai dengan norma yang ada di masyarakat. Misalnya penyebarluasan penggunaan alat kontrasepsi di masyarakat yang keyakinan agamanya melarang penggunaan alat tersebut maka tentu saja penyebaran inovasi akan terhambat. 3. Kompleksitas, yaitu tingkat kesukaran untuk memahami dan menggunakan inovasi bagi penerimanya. 4. Triabilitas, yaitu dapat dicoba atau tidaknya suatu inovasi oleh penerima. Misalnya, penyebaranluasan penggunaan bibit unggul padi gogo akan cepat diterima oleh masyarakat jira masyarakat daapt mencoba dulu untuk menanam dan dapat melihat hasilnya. 5. Dapat diambil (observabilitas), yaitu mudah tidaknya diamati suatu hasil inovasi. Misalnya, mengajak para petani yang tidak dapat membaca da menulis untuk relajar mambaca dan menulis tidakakan segera diikuti oleh para petani karena para petani tidak cepat melihat hasilnya secara nyata. C. Pengertian Inovasi Pendidikan Berikut pengertian inovasi pendidikan: 1. Hamijoyo mengemukakan inovasi pendidikan adalah suatu perubahan yang baru dan kualitatif berbeda dari hal yang ada sebelumnya serta sengaja diusahakan untuk meningkatkan kemampuan guna mencapai tujuan tertentu dalam pendidikan. Ibrahim mendefinisikan inovasi pendidikan adalah inovasi (pembaruan) dalam bidang pendidikan atau inovasi yang dilakukan untuk memecahkan masalah-masalah pendidikan, inovasi pendidikan merupakan suatu ide, barang, metode yang dirasakan atau diamati sebagai hal baru bagi seseorang atau kelompok orang (masyarakat) baik berupa hasil inversi atau diskoversi yang digunakan untuk mencapai tujuan pendidikan atau memecahkan masalah-masalah pendidikan. Dari kedua pendapat pakar di atas mengenai inovasi pendidikan, dapat ditarik kesimpulan bahwa inovasi pendidikan adalah ide, barang, metode yang dirasakan atau diamati sebagai hal yang baru bagi seseorang atau sekelompok orang (masyarakat) yang digunakan untuk mencapai tujuan tertentu dalam pendidikan atau memecahkan masalah-masalah pendidikan. (Kusuma: 2010, dalam http://fajarkusuma.student.umm.ac.id) 2. Inovasi pendidikan adalah perubahan atau pembaharuan yang terjadi baik dalam bentuk pemikiran/ide kegiatan, atau bentuk produk dalam upaya memperbaiki pendidikan agar dapat meningkatkan kemampuan untuk mencapai tujuan pendidikan secara efektif dan efisien. (Miranda, dalam http://dianmiranda.wordpress.com) BAB III TIPE DAN SUMBER INOVASI A. Tipe Inovasi Ada lima tipe inovasi yaitu (http://inovasipendidikan.wordpress.com): a. Inovasi produk; yang melibatkan pengenalan barang baru, pelayanan baru yang secara substansial meningkat. Melibatkan peningkatan karakteristik fungsi juga, kemampuan teknisi, mudah menggunakannya. Contohnya: telepon genggam, komputer, kendaraan bermotor, dsb; b. Inovasi proses; melibatkan implementasi peningkatan kualitas produk yang baru atau pengiriman barangnya; c. Inovasi pemasaran; mengembangkan metoda mencari pangsa pasar baru dengan meningkatkan kualitas desain, pengemasan, promosi; d. Inovasi organisasi; kreasi organisasi baru, praktek bisnis, cara menjalankan organisasi atau perilaku berorganisasi; e. Inovasi model bisnis; mengubah cara berbisnis berdasarkan nilai yang dianut. B. Sumber Inovasi Terdapat dua sumber utama inovasi, yaitu(http://inovasipendidikan.wordpress.com): a. Secara tradisional, sumbernya adalah inovasi fabrikasi. Hal tersebut karena agen (orang atau bisnis) berinovasi untuk menjual hasil inovasinya. b. Inovasi pengguna; hal tersebut dimana agen (orang atau bisnis) mengembangkan inovasi sendiri (pribadi atau di rumahnya sendiri), hal itu dilakukan karena produk yang dipakainya tidak memenuhi apa yang dibutuhkannya. Dalam dunia pendidikan, inovasi secara tradisional tampak dalam inovasi yang dilakukan oleh Depdiknas –saat sistem pendidikan menganut sistem sentralistik– dan kemudian diimplementasikan kepada pihak sekolah. Inovasi pendidikan seperti ini cenderung merupakan Top-Down Innovation. Inovasi seperti ini dilakukan dan diterapkan kepada bawahan dengan cara mengajak, menganjurkan atau bahkan memaksakan. Contoh inovasi yang dilakukan oleh Depdiknas seperti Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA), Guru Pamong, Sistem Pengajaran Modul, Sistem Belajar Jarak Jauh dan lain-lain. Model Top-Down Innovation berkebalikan dengan model inovasi yang diciptakan berdasarkan ide, pikiran, kreasi, dan inisiatif dari sekolah, guru, atau masyarakat yang umumnya disebut model Bottom-Up Innovation. Inovasi model Bottom-Up Innovation termasuk dalam inovasi pengguna karena pihak sekolah yang berkepentingan menggunakan hasil inovasi tersebut sekaligus sebagai inovator. BAB IV TUJUAN DAN SIKLUS INOVASI PENDIDIKAN A. Tujuan Inovasi Pendidikan Ada banyak tujuan inovasi tergantung permasalahan yang dihadapi masing-masing inovator. Secara umum tujuan inovasi antara lain adalah (http://inovasipendidikan.wordpress.com) : · Meningkatkan kualitas; · Menciptakan pasar baru; · Memperluas jangkauan produk; · Mengurangi biaya tenaga kerja; · Meningkatkan proses produksi; · Mengurangi bahan baku; · Mengurangi kerusakan lingkungan; · Mengganti produk atau pelayanan; · Mengurangi konsumsi energi; · Menyesuaikan diri dengan undang-undang. Tujuan dilakukannya inovasi pendidikan terutama adalah untuk meningkatkan efesiensi, relevansi, kualitas dan efektivitas pendidikan, seperti sarana dan prasarana serta jumlah peserta didik sebanyak-banyaknya dengan hasil pendidikan sebesar-besarnya (menuntut kriteria kebutuhan peserta didik, masyarakat, dan pembangunan), dengan menggunakan sumber, tenaga, uang, alat dan waktu dalam jumlah yang sekecil-kecilnya. Jika dikaji lebih jauh, arah tujuan inovasi pendidikan Indonesia tahap demi tahap adalah sebagai berikut (Sutarno dan Fatmawati. 2009, dalam http://physicsmaster.orgfree.com): 1. Mengejar ketinggalan-ketinggalan yang dihasilkan oleh kemajuan-kemajuan ilmu dan teknologi sehingga makin lama pendidikan Indonesia makin berjalan sejajar dengan kemajuan-kemajuan tersebut. 2. Mengusahakan terselenggaranya pendidikan sekolah maupun luar sekolah bagi setiap warga Negara. Misalnya meningkatkan daya tampung sekolah SD,SLTP,SLTA, dan perguruan tinggi. B. Siklus Inovasi Siklus inovasi berlangsung seperti kurva difusi dimana pada tahap awal, tumbuh relatif lambat, ketika kemudian pelanggan merespon produk tersebut sebagai sebuah kebutuhan maka pertumbuhan produk meningkat secara eksponensial. Pertumbuhan produk akan terus meningkat bila dilakukan inkrenetori inovasi atau mengubah produk. Di akhir kurva pergerakannya melambat kembali dan cenderung menurun. Perusahaan yang inovatif akan bekerja dengan cara inovasi baru, yang menggantikan cara lama untuk mempertahankan tumbuhnya kurva melalui pembaharuan teknologi, bila teknologi tidak dilakukan pembaharuan pertumbuhan akan cenderung stagnan atau bahkan menurun. ![C:\Documents and Settings\Administrator\My Documents\siklus-kcl.png]() BAB V MANAJEMEN DAN KEGAGALAN INOVASI PENDIDIKAN Perbaikan manajeman pendidikan diarahkan untuk lebih memberdayakan sekolah sebagai unit pelaksanaan terdepan dalam kegiatan belajar mengajar di sekolah. Hal ini dimaksudkan agar sekolah lebih mandiri dan bersikap kreatif, dapat mengembangkan iklim kompetitif antar sekolah di wilayahnya, serta bertanggung jawab terhadap stakeholder pendidikan, khususnya orang dan masyarakat yang diera otonomi ini akan menjadi dewan sekolah (school coouncil). Dalam pelaksanaannya, manajemen pendidikan harus lebih terbuka, accountable (dapat mempertanggungjawabkan semua program kegiatannya), mengoptimalkan partisipasi orang tua dan masyarakat, serta dapat mengelola semua sumber daya yang tersedia disekolah dan lingkungannya untuk digunakan seluas-luasnya bagi peningkatan prestasi siswa dan mutu pendidikan pada umumnya. Faktor Penunjang Inovasi Inovasi dapat ditunjang oleh beberapa faktor pendukung seperti (Saputra: 2009, dalam http://h210189.blog.binusian.org): 1. Adanya keinginan untuk merubah diri, dari tidak bisa menjadi bisa dan dari tidak tahu menjadi tahu. 2. Adanya kebebasan untuk berekspresi 3. Adanya pembimbing yang berwawasan luas dan kreaktif 4. Tersedianya sarana dan prasarana 5. Kondisi lingkungan yang harmonis, baik lingkungan keluarga, pergaulan, maupun sekolah. Ciri-ciri manusia kreaktif dan inovatif biasanya tercermin dari tingkah laku sehari-hari antara lain sebagai berikut : ü Disiplin dalam bertindak ü Umumnya taat pada aturan hukum ü Selalu bersemangat ü Cerdas dan cerdik ü Mempunyai kelebihan dalam kekuatan fisik, artinya dapat melakukan pekerjaan berjam – jam lamanya. ü Menonjol dalam kemandirian ü Berani menanggung resiko ü Mempunyai daya imajinasi yang lebih tinggi dibandingkan dengan teman sebayanya. Faktor Penyebab Kegagalan Inovasi Faktor penyebab kegagalan inovasi adalah sebagai berikut (Saputra: 2009, dalam http://h210189.blog.binusian.org) : 1. Posisi yang tidak kompetitif 2. Andaian pasaran yang tidak tepat a. Salah andaian tentang pasaran dan pengguna b. Salah andaian tentang pesaing c. Salah kiraan dalam kos pengeluaran 3. Prestasi teknikal yang terhadang a. Kegagalan teknikal yang disebabkan oleh proses pembangunan prototype yang tidak realistik b. Kelemahan teknikal 4. Kepakaran pengeluaran yang terhadang a. Teknologi pemrosesan yang lemah b. Pengeluaran yang tinggi 5. Sumber kewenangan yang tidak mencukupi Kegagalan inovasi mengakibatkan hilangnya sejumlah nilai investasi, menurunkan moral pekerja, meningkatkan sikap sinis, atau penolakan produk serupa dimaa datang. Padahal produk yang gagal seringkali memiliki potensis ebagai ide yang baik, penolakan terjadi karena kurangnya modal, keahlian yang kurang, atau produk tidak sesuai kebutuhan pasar. Kegagalan harus diidentifikasi dan diselesksi ketika proses berlangsung. Penyeleksian dini memungkinkan kita dapat menghindari uji coba ide yang tidak cocok dengan bahan baku, sehingga dapat menghemat biaya produksi. BAB VI JARINGAN INTERNET SEBAGAI MEDIA PEMBELAJARAN Internet memberikan kontribusi yang sangat besar didalam membantu setiap dimensi yang ada untuk selalu mendapatkan informasi yang up to date. Dengan demikian dalam dunia pendidikan, berkat adanya jaringan internet, maka dapat membantu setiap penyedia jasa pendidikan untuk selalu mendapat informasi-informasi yang terkini dan sesuai dengan kebutuhan. Setelah melaksanakan pembelajaran memanfaatkan internet ternyata terdapat beberapa pengaruh / dampak yang positif pada minat siswa, tingkat pemahaman, kemampuan berfikir ilmiah dan spontanitas pemahaman. Media pembelajaran adalah sebuah alat yang berfungsi untuk menyampaikan pesan pembelajaran. Media pembelajaran yang baik harus memenuhi beberapa syarat. Media pembelajaran harus meningkatkan motivasi pembelajar. Penggunaan media mempunyai tujuan memberikan motivasi kepada pembelajar. Selain itu media juga harus merangsang pembelajar mengingat apa yang sudah dipelajari selain memberikan rangsangan belajar baru. Media yang baik juga akan mengaktifkan pembelajar dalam memberikan tanggapan, umpan balik dan juga mendorong mahasiswa untuk melakukan praktek-praktek dengan benar. Ada beberapa kriteria untuk menilai keefektifan sebuah media. Kriteria pertamanya adalah biaya. Biaya memang harus dinilai dengan hasil yang akan dicapai dengan penggunaan media itu. Kriteria lainnya adalah ketersedian fasilitas pendukung seperti listrik, kecocokan dengan ukuran kelas, keringkasan, kemampuan untuk dirubah, waktu dan tenaga penyiapan, pengaruh yang ditimbulkan, kerumitan dan yang terakhir adalah kegunaan. Semakin banyak tujuan pembelajaran yang bisa dibantu dengan sebuah media semakin baiklah media itu. Restrukturisasi Kelas Berbasis Teknologi Pembelajaran tidak hanya terpaku pada kegiatan yang lebih dari hanya berbicara dan transfer pengetahuan, seiring dengan perkembangan pengetahuan dan teknologi dilklat mencari bentuk baru dalam proses pembelajaran anak. Pembelajaran yang dimaksudkan adalah perkembangan teknologi dimasa kini dan mendatang murid butuh untuk persiapan dirinya trutama kaitanyya dengan pengembangan projeck-projeck yang haerus dikerjakan baik secara individual maupun kelompok. Hal ini tentunya mendorong guru untuk lebih bertindak sebagai coaching dari pada hanya sekedar telling dan spending ilmu pengetahuan. Pemanfaatan teknologi informasi adalah basis dalam pengembangan pembelajaran di dalam kelas, baik dalam pengaturan kelas dengan alat teknologi tersebut (praktek), maupun kelas yang di sett dengan alat teknologi yang memungkinkan anak dapat mempelajari apa yang diinginkannya dengan bantuan alat teknologi tersebut. Dari hasil penelitian dapat dilihat bahwa teknologi memberikan dan nenuntut hal-hal berikut (http://inovasipendidikan.wordpress.com) : - Menuntut guru melakukan pekerjaan dan alat yang lebih rumit;
- Mengarah kepada peran guru sebagai pelatih dari pada sebagai penyalur pengetahuan;
- Menyediakan kesempatan kepada guru untuk mempelajarai isi pembelajaran kembali dan menggunakan metode yang tepat berdasarkan kurikulum yang ada.
- Dapat memberikan dorongan kepada murid untuk bekerja lebih keras dan lebih berhati-hati dalam belajar;
- Membangun budaya nilai dan mutu pekerjaan dalam diklat secara signifikan.
Pentingnya Guru yang Inovatif dalam Restrukturisai Kelas Berbasis Teknologi Setiap guru menghendaki muridnya dapat belajar dan sukses dalam belajarnya. Keberhasilan dalam belajar murid akan bergantung kepada usaha-usaha guru memberikan arahan dan memberikan bantuan dalam kegiatan belajar tersebut. Dengan perbedaan yang dimiliki oleh murid teknologi memungkinkan secara individual projek-projek perorangan dapat dilakukan dengan maksimal, tentunya dengan bantuan dan dorongan dari guru. Guru yang inovatif sangat dibutuhkan dalam memanfaatkan teknologi sebagai alat bantu dalam pembelajaran yang akan dilakukannya, dimulai dari kegiatan merencanakan pembelajaran, melaksanakan pembelajaran sampai kepada penilaian hasil belajar akan membutuhkan energi yang tinggi. Oleh karena itu orang kreatif itu akan mudah dalam menemukan inovasi-inovasi yang memungkinkan kegiatan pembelajarannya lebih cepat, lebih berhasil, dan lebih bermanfaat bagi murid. Kelebihan dan Kelemahan Penggunaan Jaringan Internet sebagai Media Pembelajaran Ada beberapa keuntungan jikalau kita menggunakan internet sebagai media pembelajaran dalam pendidikan (Supardi: 2008): 1. Frekuensi tatap muka bukan lagi menjadi suatu kebutuhan yang mutlak, namun hal ini bisa diatasi dengan penyediaan bahan-bahan pengajaran yang dapat langsung diakses melalui internet. 2. Peserta didik dapat langsung mendapatkan bahan-bahan yang selalu up-to date. 3. Peserta didik dapat memperkaya bahan-bahan yang ada dengan melakukan pencaharian di internet. Manfaat internet pada dasarnya tidak terlepas dari kekurangan-kekurangan yang ada. Hal ini sangat tergantung pada institusi pendidikan, apalagi jikalau metode ini dipergunakan maka akan berimplikasi pada : 1) ketersediaan sarana pendukung yang harus menunjang; 2) ketersediaan jaringan internet yang memadai; 3) serta perlu pula didukung oleh tingkat kecepatan yang memadai. Menurut Soekartawi ( dalam Supardi: 2008), menyatakan bahwa kelemahan penggunaan internet adalah : 1. Kurangnya interaksi antara guru dan siswa atau bahkan antar siswa itu sendiri. Kurangnya interaksi ini bisa memperlambat terbentuknya values dalam proses belajar dan mengajar; 2. Kecenderungan mengabaikan aspek akademik atau aspek sosial dan sebaliknya mendorong tumbuhnya aspek bisnis/komersial; 3. Proses belajar dan mengajarnya cenderung ke arah pelatihan daripada pendidikan; 4. Berubahnya peran guru dari yang semula menguasai teknik pembelajaran konvensional, kini juga dituntut mengetahui teknik pembelajaran yang menggunakan ICT; 5. Siswa yang tidak mempunyai motivasi belajar yang tinggi cenderung gagal; 6. Tidak semua tempat tersedia fasilitas internet (mungkin hal ini berkaitan dengan masalah tersedianya listrik, telepon ataupun komputer); 7. Kurangnya tenaga yang mengetahui. Hal-hal yang harus Diperhatikan dalam Restrukturisasi Kelas Berasis Teknologi Beberapa hal yang perlu ada dalam teknologi yang kita gunakan adalah : - Teknologi itu bisa menyediakan informasi.
- Membangun pengetahuan dan keterampilan murid.
- Bisa mengakses sumber belajar lainnya.
Guru berkepentingan untuk memilih dan menetukan teknologi yang digunakan terutama kaitannya dengan kepentingan spesifikasi kegiatan belajar yang harus dilakukan oleh siswa dan hasil yang diharapkan. Implikasinya bagi guru dalam pemanfaatan teknologi dalam pembelajaran adalah memperlancar kegiatan dan memudahkan dalam proses pembelajaran karena sebagai berikut : - Menuntut banyak kegiatan dari siswa dan menuntut murid untuk bnyak berhati-hati untuk menyiapkan pekerjaanya.
- Dapat menyajikan bahan ajar yang komplek.
- Mempercayai murid dapat memahami konsep-konsep yang berat.
- Dapat mempertemukan kebutuhan individual murid yang paling baik.
- Dapat lebih memokuskan pada kegiatan murid sebagai senter dalam proses pembelajaraannya.
- Membuka lebih luas perbedaan-perbedaan individual dan permasalahan-permasalahan yang muncul dalam pembelajaran.
- Membuka kesempatan yang lebih luas dalam perbedaan pengalaman belajar bagi murid.
- Merasa lebih professional, karena diantara alat yang ada dapat mengurangi waktu dalam memberikan instruksi dan lebih kepada membantu anak dalam belajar.
BAB VII KEBIJAKAN DALAM INOVASI PENDIDIKAN A. Standar Nasional Pendidikan Standar Nasional Pendidikan adalah kriteria minimal tentang sistem pendidikan di seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia. (http://bsnp-indonesia.org/id) Standar Nasional Pendidikan terdiri dari : · Standar Kompetensi Lulusan · Standar Isi · Standar Proses · Standar Pendidikan dan Tenaga Kependidikan · Standar Sarana dan Prasarana · Standar Pengelolaan · Standar Pembiayaan Pendidikan · Standar Penilaian Pendidikan Fungsi dan Tujuan Standar : · Standar Nasional Pendidikan berfungsi sebagai dasar dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan pendidikan dalam rangka mewujudkan pendidikan nasional yang bermutu · Standar Nasional Pendidikan bertujuan menjamin mutu pendidikan nasional dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat. · Standar Nasional Pendidikan disempurnakan secara terencana, terarah, dan berkelanjutan sesuai dengan tuntutan perubahan kehidupan lokal, nasional, dan global. B. Program Akselerasi Anak berbakat adalah mereka yang oleh orang-orang profesional diidentifikasikan sebagai anak yang mampu mencapai prestasi tinggi karena memiliki kemampuan-kemampuan yang unggul. Anak berbakat memerlukan program pendidikan yang berdiferensiasi dan pelayanan di luar program sekolah luar biasa agar dapat merealisasikan sumbangan mereka terhadap masyarakat maupun terhadap diri sendiri. (http://www.sman1-mlg.sch.id) Tujuan Umum 1. Memenuhi kebutuhan siswa yang memiliki karakteristik spesifik dari segi perkembangan kognitif dan efektifnya. 2. Memenuhi hak asasi siswa yang sesuai dengan kebutuhan untuk dirinya sendiri. 3. Memenuhi minat intelektual dan perspektif masa depan siswa. 4. Memenuhi kebutuhan aktualisasi diri siswa. 5. Menimbang peran siswa sebagai aset masyarakat dan kebutuhan masyarakat untuk pengisian peran. 6. Menyiapkan siswa sebagai pemimpin masa depan. Tujuan Khusus 1. Memberikan penghargaan untuk dapat menyeselesaikan program pendidikan secara lebih cepat 2. Meningkatkan efisiensi dan efektivitas proses pembelajaran siswa 3. Mencegah rasa bosan terhadap iklim kelas yang kurang mendukung berkembangnya potensi keunggulan siswa secara optimal 4. Memacu mutu siswa untuk meningkatkan kecerdasan spiritual, intelektual, dan emosionalnya secara berimbang. C. Sekolah Berstandar Internasional Sekolah Berstandar Internasional (SBI) adalah sekolah nasional yang menyiapkan peserta didik berbasis Standar Nasional Pendidikan (SNP) Indonesia berkualitas Internasional dan lulusannya berdaya saing Internasional (http://smkn2ktp-kalbar.blogspot.com). Karakteristik SBI : 1. Menerapkan KTSP yang dikembangkan dari standart isi, standart kompetensi kelulusan dan kompetensi dasar yang diperkaya dengan muatan Internasional. 2. Menerapkan proses pembelajaran dalam Bahasa Inggris, minimal untuk mata pelajaran MIPA dan Bahasa Inggris. 3. Mengadopsi buku teks yang dipakai SBI (negara maju). 4. Menerapkan standar kelulusan yang lebih tinggi dari standar kompetensi lulusan (SKL) yang ada di dalam Standar Nasional Pendidikan (SNP). 5. Pendidik dan tenaga kependidikan memenuhi standart kompetensi yang ditentukan dalam Standar Nasional Pendidikan (SNP). 6. Sarana/prasarana memenuhi Standar Nasional Pendidikan (SNP). 7. Penilaian memenuhi standar nasional dan Internasional. Visi dan Misi SBI Visi SBI dirancang agar memnuhi tiga indikator,yaitu: 1. Mencirikan wawasan kebangsaan, 2. Memberdayakan seluruh potensi kecerdasan (multiple inteligencies) 3. Meningkatkan daya saing global Misi SBI merupakan jabaran visi SBI yang dirancang untuk dijadikan referensi dalam menyusun/mengembangkan rencana program kegiatan, indikator untuk menuyun misi ini terangkum pada akronim SMART: 1. Specific 2. Measurable (terukur) 3. Achievable (dapat dicapai) 4. Realistis 5. Time Bound (jelas jangkauan waktunya) BAB VIII PENGEMBANGAN PROFESI GURU Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. Untuk menjamin perluasan dan pemerataan akses, peningkatan mutu dan relevansi, serta tata pemerintahan yang baik dan akuntabilitas pendidikan yang mampu menghadapi tantangan sesuai dengan tuntutan perubahan kehidupan lokal, nasional, dan global perlu dilakukan pemberdayaan dan peningkatan mutu guru dan dosen secara terencana, terarah, dan berkesinambungan; bahwa guru dan dosen mempunyai fungsi, peran, dan kedudukan yang sangat strategis dalam pembangunan nasional dalam bidang pendidikan, sehingga perlu dikembangkan sebagai profesi yang bermartabat. Pemberdayaan profesi guru atau pemberdayaan profesi dosen diselenggarakan melalui pengembangan diri yang dilakukan secara demokratis, berkeadilan, tidak diskriminatif, dan berkelanjutan dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural, kemajemukan bangsa, dan kode etik profesi. Tentang profesi guru diatur dalam Undang-undang nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Guru wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Kualifikasi akademik diperoleh melalui pendidikan tinggi program sarjana atau program diploma empat. Kompetensi guru meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional yang diperoleh melalui pendidikan profesi. Sertifikat pendidik diberikan kepada guru yang telah memenuhi persyaratan. Sertifikasi pendidik diselenggarakan oleh perguruan tinggi yang memiliki program pengadaan tenaga kependidikan yang terakreditasi dan ditetapkan oleh Pemerintah. Sertifikasi pendidik dilaksanakan secara objektif, transparan, dan akuntabel. Setiap orang yang telah memperoleh sertifikat pendidik memiliki kesempatan yang sama untuk diangkat menjadi guru pada satuan pendidikan tertentu. Pemerintah dan pemerintah daerah wajib menyediakan anggaran untuk peningkatan kualifikasi akademik dan sertifikasi pendidik bagi guru dalam jabatan yang diangkat oleh satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat. Dalam Permendiknas nomor 10 tahun 2009 tentang Sertifikasi Guru dalam Jabatan dijelaskan mekanisme proses sertifikasi guru. Sertifikasi bagi guru dalam jabatan adalah proses pemberian sertifikat pendidik kepada guru yang bertugas sebagai guru kelas, guru mata pelajaran, guru bimbingan dan konseling atau konselor, dan guru yang diangkat dalam jabatan pengawas satuan pendidikan. Sertifikasi diselenggarakan oleh perguruan tinggi yang menyelenggarakan program pengadaan tenaga kependidikan yang terakreditasi dan ditetapkan oleh Menteri Pendidikan Nasional. Sertifikasi bagi guru dalam jabatan dilaksanakan melalui: a. Uji kompetensi untuk memperoleh sertifikat pendidik; b. Pemberian sertifikat pendidik secara langsung. Uji kompetensi dapat diikuti oleh guru dalam jabatan yang: a. Memiliki kualifikasi akademik sarjana (S-1) atau diploma empat (D-IV); b. belum memenuhi kualifikasi akademik S-1 atau D-IV apabila sudah: 1) mencapai usia 50 tahun dan mempunyai pengalaman kerja 20 tahun sebagai guru; atau 2) mempunyai golongan IV/a, atau yang memenuhi angka kredit kumulatif setara dengan golongan IV/a. 3) Uji kompetensi dilakukan dalam bentuk penilaian portofolio. 4) Penilaian portofolio merupakan pengakuan atas pengalaman profesional guru dalam bentuk penilaian terhadap kumpulan dokumen yang mendeskripsikan: a. kualifikasi akademik; b. pendidikan dan pelatihan; c. pengalaman mengajar; d. perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran; e. penilaian dari atasan dan pengawas; f. prestasi akademik; g. karya pengembangan profesi; h. keikutsertaan dalam forum ilmiah; i. pengalaman organisasi di bidang kependidikan dan sosial; dan j. penghargaan yang relevan dengan bidang pendidikan. 5) Dokumen portofolio bagi guru bimbingan dan konseling atau konselor dan guru yang diangkat dalam jabatan pengawas satuan pendidikan disesuaikan dengan bidang tugasnya. 6) Guru dalam jabatan yang lulus penilaian portofolio mendapat sertifikat pendidik. 7) Guru dalam jabatan yang tidak lulus penilaian portofolio dapat: a. melengkapi dokumen portofolio agar mencapai nilai lulus; atau b. mengikuti pendidikan dan pelatihan profesi guru yang diakhiri dengan ujian sesuai persyaratan yang ditentukan oleh perguruan tinggi penyelenggara sertifikasi. 8) Ujian mencakup kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial, dan profesional. 9) Guru dalam jabatan yang lulus pendidikan dan pelatihan profesi guru mendapat sertifikat pendidik. 10) Guru dalam jabatan yang belum lulus pendidikan dan pelatihan profesi guru diberi kesempatan untuk mengulang ujian. Pelaksanaan sertifikasi guru dalam jabatan mengacu pada pedoman sertifikasi guru dalam jabatan yang dikeluarkan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi dan Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan. Sertifikasi bagi guru dalam jabatan dan guru yang diangkat dalam jabatan pengawas yang belum memenuhi kualifikasi akademik S-1 atau D-IV. Penulisan Karya Ilmiah sebagai Sarana Pengembangan Profesi Guru Lingkup kegiatan guru meliputi : (1) mengikuti pendidikan, (2) menangani proses pembelajaran, (3) melakukan kegiatan pengembangan profesi dan (4) melakukan kegiatan penunjang. Kegiatan pengembangan profesi guru adalah kegiatan guru dalam rangka penerapan dan pengembangan ilmu pengetahuan, teknologi, seni, dan keterampilan untuk meningkatkan mutu proses pembelajaran dalam rangka menghasilkan sesuatu yang bermanfaat bagi pendidikan pada umumnya maupun lingkup sekolah pada khususnya. Tujuan kegiatan pengembangan profesi guru adalah untuk meningkatkan mutu guru agar guru lebih profesional dalam pelaksanaan tugas dan tanggung jawabnya. (Syamsi, tanpa tahun) Kegiatan Pengembangan Profesi Guru - Melakukan kegiatan karya tulis/karya ilmiah (KTI) di bidang pendidikan,
- Membuat alat pelajaran/alat peraga atau alat bimbingan,
- Menciptakan karya seni,
- Menemukan teknologi tepat guna di bidang pendidikan, dan
- Mengikuti kegiatan pengembangan kurikulum.
Ruang Lingkup Kegiatan Karya Tulis Ilmiah Guru - Karya ilmiah hasil penelitian, pengkajian, survei dan atau evaluasi di bidang pendidikan,
- Karya tulis berupa tinjauan atau ulasan ilmiah gagasan sendiri dalam bidang pendidikan,
- Tulisan ilmiah populer,
- Prasaran dalam pertemuan ilmiah,
- Buku pelajaran,
- Diktat pelajaran, dan
- Karya alih bahasa atau karya terjemahan.
BAB IX INOVASI DI BIDANG PEMBELAJARAN Masalah pendidikan kita memang kompleks. Faktor geografis merupakan contoh sebab terjadinya kesenjangan mutu pendidikan diantara daerah perkotaan dengan pedesaan. Masalah lain diantaranya adalah susahnya akses komunikasi da informasi di daerah, rendahnya kesadaran masyarakat unutuk menyekolahkan anak, guru kurang mamadai, serta sarana dan prasarana sekolah sangat minim. Masalah tersebut dapat terbantu teratasi melalui penggunaan teknologi, khususnya ICT. Sudah saatnya kita harus mulai menggunakan ICT untuk mempercepat pemerataan akses dan peningkatan mutu pendidikan. Dalam hal ini dituntut adanya political will dari pemerintah, sehingga bisa tercipta suasana yang kondusif. Melalui ICT, kita dapat melaksanakan pendidikan dengan materi atau bahan ajar yang disamping memenuhi stabdar mutu pemerintah juga tersedia merata dan mudah diakses di seluruh wilayah Indonesia. BAB X KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Tujuan tertentu ini meliputi tujuan pendidikan nasional serta kesesuaian dengan kekhasan, kondisi dan potensi daerah, satuan pendidikan dan peserta didik. Oleh sebab itu kurikulum disusun oleh satuan pendidikan untuk memungkinkan penyesuaian program pendidikan dengan kebutuhan dan potensi yang ada di daerah. Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang beragam mengacu pada standar nasional pendidikan untuk menjamin pencapaian tujuan pendidikan nasional. Standar nasional pendidikan terdiri atas standar isi, proses, kompetensi lulusan, tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan, pembiayaan dan penilaian pendidikan. Dua dari kedelapan standar nasional pendidikan tersebut, yaitu Standar Isi (SI) dan Standar Kompetensi Lulusan (SKL) merupakan acuan utama bagi satuan pendidikan dalam mengembangkan kurikulum. (BSNP: 2006) KTSP disusun dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut (BSNP: 2006): 1. Peningkatan iman dan takwa serta akhlak mulia 2. Peningkatan potensi, kecerdasan, dan minat sesuai dengan tingkat perkembangan dan kemampuan peserta didik 3. Keragaman potensi dan karakteristik daerah dan lingkungan 4. Tuntutan pembangunan daerah dan nacional 5. Tuntutan dunia kerja 6. Perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni 7. Agama 8. Dinamika perkembangan global 9. Persatuan nasional dan nilai-nilai kebangsaan 10. Kondisi sosial budaya masyarakat setempat 11. Kesetaraan Jender 12. Karakteristik satuan pendidikan Mekanisme Penyusunan KTSP 1. Tim Penyusun Tim penyusun KTSP pada SD, SMP, SMA dan SMK terdiri atas guru, konselor, dan kepala sekolah sebagai ketua merangkap anggota. Di dalam kegiatan tim penyusun melibatkan komite sekolah, dan nara sumber, serta pihak lain yang terkait. di Supervisi dilakukan oleh dinas yang bertanggung jawab di bidang pendidikan tingkat kabupaten/kota untuk SD dan SMP dan tingkat provinsi untuk SMA dan SMK. Tim penyusun kurikulum tingkat satuan pendidikan MI, MTs, MA dan MAK terdiri atas guru, konselor, dan kepala madrasah sebagai ketua merangkap anggota. Di dalam kegiatan tim penyusun melibatkan komite sekolah, dan nara sumber, serta pihak lain yang terkait. Supervisi dilakukan oleh departemen yang menangani urusan pemerintahan di bidang agama. Tim penyusun kurikulum tingkat satuan pendidikan khusus (SDLB,SMPLB, dan SMALB) terdiri atas guru, konselor, kepala sekolah sebagai ketua merangkap anggota. 2. Kegiatan Penyusunan KTSP merupakan bagian dari kegiatan perencanaan sekolah/madrasah. Kegiatan ini dapat berbentuk rapat kerja dan/atau lokakarya sekolah/madrasah dan/atau kelompok sekolah/madrasah yang diselenggarakan dalam jangka waktu sebelum tahun pelajaran baru. Tahap kegiatan penyusunan KTSP secara garis besar meliputi: penyiapan dan penyusunan draf, reviu dan revisi, serta finalisasi, pemantapan dan penilaian. 3. Pemberlakuan Dokumen KTSP pada SD, SMP, SMA, dan SMK dinyatakan berlaku oleh kepala sekolah setelah mendapat pertimbangan dari komite sekolah dan diketahui oleh dinas tingkat kabupaten/kota yang bertanggung jawab di bidang pendidikan untuk SD dan SMP, dan tingkat propinsi untuk SMA dan SMK. Dokumen KTSP pada MI, MTs, MA, dan MAK dinyatakan berlaku oleh kepala madrasah setelah mendapat pertimbangan dari komite madrasah dan diketahui oleh departemen yang menangani urusan pemerintahan di bidang agama. Dokumen kurikulum tingkat satuan pendidikan SDLB, SMPLB, dan SMALB dinyatakan berlaku oleh kepala sekolah serta mendapat pertimbangan dari komite sekolah dan diketahui dinas provinsi yang bertanggung jawab di bidang pendidikan. BAB XI PROGRAM PENGEMBANGAN MUATAN LOKAL Latar Belakang Latar belakang adanya pengembangan muatan lokal antara lain: (1) otonomi daerah, (2) desentralisasi, (3) multikultural, (4) pendidikan di sekolah perlu memberikan wawasan yang luas pada peserta didik tentang kekhususan yang ada di lingkungannya, dan (5) Kurikulum harus dikembangkan dengan memperhatikan karakteristik sosial budaya masyarakat setempat dan menunjang kelestariaanya. Pengembangan muatan lokal mengacu pada kondisi daerah dan kebutuhan daerah. Kondisi daerah berkaitan dengan lingkungan alam,lingkungan sosial ekonomi, dan lingkungan sosial budaya yang selalu berkembang. Kebutuhan daerah yaitu segala sesuatu yang diperlukan oleh masyarakat, khususnya untuk kelangsungan hidup dan peningkatan taraf kehidupan masyarakat yang disesuaikan dengan arah perkembangan dan potensi yang ada di daerah. Penyusunan Muatan Lokal Dalam penyusunan muatan lokal mengacu pada rambu-rambu berikut ini (Depdiknas – Dit. Pembinaan SMA: 2009) : 1. Materi pembelajaran disesuaikan dengan tingkat perkembangan peserta didik (pengetahuan dan cara berpikir, emosional, dan sosial). 2. Pelaksanaan Mulok tidak mengganggu pelaksanaan komponen mata pelajaran (komponen A dalam struktur kurikulum). 3. Kegiatan pembelajaran diatur sedemikian rupa agar tidak memberatkan peserta didik, oleh karena itu dalam pelaksanaan Mulok diharapkan tidak ada pekerjaan rumah (PR). 4. Program pembelajaran dikembangkan dengan melihat kedekatan secara fisik dan secara psikis. 5. Bahan pembelajaran disusun berdasarkan prinsip (1) bertitik tolak dari hal-hal konkret ke abstrak; (2) dikembangkan dari yang diketahui ke yang belum diketahui; (3) dari pengalaman lama ke pengalaman baru; (4) dari yang mudah/sederhana ke yang lebih sukar/rumit. 6. Bahan pembelajaran bermakna bagi peserta didik dan dapat membantu peserta didik dalam kehidupan sehari-hari. 7. Kompetensi dan materi pembelajaran hendaknya memberikan keluwesan bagi pendidik dalam memilih metode mengajar dan sumber belajar; 8. Pendidik hendaknya dapat memilih dan menggunakan strategi yang melibatkan peserta didik aktif dalam proses pembelajaran baik secara mental, fisik, maupun sosial. 9. Materi pembelajaran muatan lokal harus bersifat utuh dalam arti mengacu kepada suatu tujuan pembelajaran yang jelas dan memberi makna kepada peserta didik; 10. Muatan Lokal tertentu tidak harus secara terus-menerus diajarkan mulai dari kelas X s.d. XII. Muatan Lokal dapat disusun dan diajarkan hanya dalam jangka waktu satu semester atau dua semester/satu tahun pembelajaran 11. Alokasi waktu pembelajaran Muatan Lokal minimal 2 jam perminggu. Pihak-pihak yang terlibat dalam Pengembangan Muatan Lokal 1. Tim Pengembang Kurikulum Sekolah; 2. Tim Pengembang Kurikulum Provinsi/Kabupaten/ Kota; 3. LPMP; 4. LPTK dan atau Perguruan Tinggi; 5. Instansi/lembaga di luar Dinas, misalnya: a. Pemerintah Daerah; b. Dinas lain yang terkait; c. Dunia Usaha/Industri; 6. Tokoh Masyarakat. Penilaian pencapaian Standar Kompetensi maupun Kompetensi Dasar dilakukan berdasarkan indikator, menggunakan tes dan non tes dalam bentuk tertulis maupun lisan, pengamatan kinerja, pengukuran sikap, penilaian hasil karya, projek, produk, portofolio, dan penilaian diri, sesuai dengan jenis mulok yang dilaksanakan. BAB XII INOVASI PEMBELAJARAN Pembelajaran inovatif juga mengandung arti pembelajaran yang dikemas oleh guru atau instruktur lainnya yang merupakan wujud gagasan atau teknik yang dipandang baru agar mampu memfasilitasi siswa untuk memperoleh kemajuan dalam proses dan hasil belajar. Berdasarkan definisi secara harfiah pembelajaran inovatif tersebut, tampak di dalamnya terkandung makna pembaharuan. Gagasan pembaharuan muncul sebagai akibat seseorang merasakan adanya anomali atau krisis pada paradigma yang dianutnya dalam memecahkan masalah belajar. Oleh sebab itu, dibutuhkan paradigma baru yang diyakini mampu memecahkan masalah tersebut. Perubahan paradigma seyogyanya diakomodasi oleh semua manusia, karena manusia sebagai individu adalah makhluk kreatif. Namun, perubahan sering dianggap sebagai pengganggu kenyamanan diri,karena pada hakikatnya seseorang secara alamiah lebih mudah terjangkit virus rutinitas. A. Pembelajaran Tematik Pembelajaran tematik adalah pembelajaran yang menggunakan tema dalam mengaitkan beberapa mata pelajaran sehingga dapat memberikan pengalaman bermakna kepada siswa. Tema adalah pokok pikiran atau gagasan pokok yang menjadi pokok pembicaraan (Poerwadarminta dalam Surtikanti & Joko Santoso: 2009). Dengan tema diharapkan akan memberikan banyak keuntungan, di antaranya: 1) siswa mudah memusatkan perhatian pada suatu tema tertentu; 2) siswa mampu mempelajari pengetahuan dan mengembangkan berbagai kompetensi dasar antarmata pelajaran dalam tema yang sama; 3) pemahaman terhadap materi pelajaran lebih mendalam dan berkesan; 4) kompetensi dasar dapat dikembangkan lebih baik dengan mengkaitkan mata pelajaran lain dengan pengalaman pribadi siswa; 5) siswa mampu lebih merasakan manfaat dari makna belajar karena materi disajikan dalam konteks tema yang jelas; 6) siswa mampu lebih bergairah belajar karena dapat berkomunikasi dalam situasinya untuk mengembangkan suatu kemampuan dalam satu mata pelajaran sekaligus mempelajari mata pelajaran lain; 7) guru dapat menghemat waktu karena mata pelajaran yang disajikan secara tematik dapat dipersiapkan sekaligus dan diberikan dalam dua atau tiga pertemuan, waktu selebihnya dapat digunakan untuk kegiatan remedial, pemantapan, atau pengayaan. Pembelajaran tematik lebih menekankan pada penerapan konsep belaja sambil melakukan sesuatu (learning by doing). Oleh karena itu, guru perlu mengemas atau merancang pengalaman belajar yang akan mempengaruhi kebermaknaan belajar siswa. Pengalaman belajar yang menunjukkan kaitan unsur-unsur konseptual menjadikan proses pembelajaran lebih efektif. Kaitan konseptual antar mata pelajaran yang dipelajari akan membentuk skema, sehingga siswa akan memperoleh keutuhan dan kebulatan pengetahuan. Selain itu, dengan penerapan pembelajaran tematik di sekolah dasar akan sangat membantu siswa, karena sesuai dengan tahap perkembangan siswa yang masih melihat segala sesuatu sebagai satu keutuhan (holistik). Beberapa ciri khas dari pembelajaran tematik antara lain (Supraptiningsih: 2009) : a. Pengalaman dan kegiatan belajar sangat relevan dengan tingkat perkembangan dan kebutuhan anak usia sekolah dasar. b. Kegiatan-kegiatan yang dipilih dalam pelaksanaan pembelajaran tematik bertolak dari minat dan kebutuhan siswa. c. Kegiatan belajar akan lebih bermakna dan berkesan bagi siswa sehingga hasil belajar dapat bertahan lebih lama. d. Membantu mengembangkan keterampilan berpikir siswa. e. Menyajikan kegiatan belajar yang bersifat pragmatis sesuai dengan permasalahan yang sering ditemui siswa dalam lingkungannya. f. Mengembangkan keterampilan sosial siswa, seperti kerjasama, toleransi, komunikasi, dan tanggap terhadap gagasan orang lain. Karakteristik pembelajaran tematik menurut Surtikanti & Joko Santoso (2008: 90-91) adalah sebagai berikut : a. Berpusat pada siswa Pembelajaran tematik berpusat pada siswa (student centered), hal ini sesuai dengan pendekatan belajar modern yang lebih banyak menempatkan siswa sebagai subjek belajar, sedangkan guru lebih banyak berperan sebagai fasilitator yaitu memberikan kemudahan-kemudahan kepada siswa untuk melakukan aktivitas belajar. b. Memberikan pengalaman langsung Pembelajaran tematik dapat memberikan pengalaman langsung kepada siswa (direct experiences). Dengan pengalaman langsung ini, siswa dihadapkan pada sesuatu yang nyata (konkret) sebagai dasar untuk memahami hal-hal yang lebih abstrak. c. Pemisahan mata pelajaran tidak begitu jelas Dalam pembelajaran tematik pemisahan antarmata pelajaran menjadi tidak begitu jelas. Fokus pembelajaran diarahkan kepada pembahasan tema-tema yang paling dekat berkaitan dengan kehidupan siswa. d. Menyajikan konsep dari berbagai mata pelajaran Pembelajaran tematik menyajikan konsep-konsep dari berbagai mata pelajaran dalam suatu proses pembelajaran. Dengan demikian, Siswa mampu memahami konsep-konsep tersebut secara utuh. Hal ini diperlukan untuk membantu siswa dalam memecahkan masalah-masalah yang dihadapi dalam kehidupan sehari. e. Bersifat fleksibel Pembelajaran tematik bersifat luwes (fleksibel), di mana guru dapat mengaitkan bahan ajar dari satu mata pelajaran dengan mata pelajaran yang lainnya, bahkan mengaitkannya dengan kehidupan siswa dan keadaan lingkungan di mana sekolah dan siswa berada. f. Hasil pembelajaran sesuai dengan minat dan kebutuhan siswa Siswa diberi kesempatan untuk mengoptimalkan potensi yang dimilikinya sesuai dengan minat dan kebutuhannya. g. Menggunakan prinsip belajar sambil bermain dan menyenangkan. Keuntungan pembelajaran tematik bagi guru antara lain adalah sebagai berikut: 1. Tersedia waktu lebih banyak untuk pembelajaran. Materi pelajaran tidak dibatasi oleh jam pelajaran, melainkan dapat dilanjutkan sepanjang hari, mencakup berbagai mata pelajaran. 2. Hubungan antar mata pelajaran dan topik dapat diajarkan secara logis dan alami. 3. Dapat ditunjukkan bahwa belajar merupakan kegiatan yang kontinyu, tidak terbatas pada buku paket, jam pelajaran, atau bahkan empat dinding kelas. 4. Guru dapat membantu siswa memperluas kesempatan belajar ke berbgai aspek kehidupan. Guru bebas membantu siswa melihat masalah, situasi, atau topik dari berbagai sudut pandang. 5. Pengembangan masyarakat belajar terfasilitasi. Penekanan pada kompetisi bisa dikurangi dan diganti dengan kerja sama dan kolaborasi. Keuntungan pembelajaran tematik bagi siswa antara lain adalah sebagai berikut: 1. Bisa lebih memfokuskan diri pada proses belajar, daripada hasil belajar. 2. Menghilangkan batas semu antar bagian-bagian kurikulum dan menyediakan pendekatan proses belajar yang integratif. 3. Menyediakan kurikulum yang berpusat pada siswa – yang dikaitkan dengan minat, kebutuhan, dan kecerdasan; mereka didorong untuk membuat keputusan sendiri dan bertanggung jawab pada keberhasilan belajar. 4. Merangsang penemuan dan penyelidikan mandiri di dalam dan di luar kelas. 5. Membantu siswa membangun hubungan antara konsep dan ide, sehingga meningkatkan apresiasi dan pemahaman. B. Pembelajaran Kontekstual (CTL, Contextual Teaching and Learning) Pembelajaran kontekstual adalah pembelajaran yang dimulai dengan sajian atau tanya jawab lisan (ramah, terbuka, negosiasi) yang terkait dengan dunia nyata kehidupan siswa (daily life modeling), sehingga akan terasa manfaat dari materi yang akan disajkan, motivasi belajar muncul, dunia pikiran siswa menjadi konkret, dan suasana menjadi kondusif – nyaman dan menyenangkan. (Lutfizulfi: 2008, http://lutfizulfi.wordpress.com) Pembelajaran kontektual (Contextual Teaching and Learning /CTL) menurut Nurhadi (dalam Surtikanti: 2008) adalah konsep belajar yang mendorong guru untuk menghubungkan antara materi yang diajarkan dan situasi dunia nyata siswa. Menurut Johnson (dalam Surtikanti: 2008) tiga pilar dalam CTL yaitu: 1) CTL mencerminkan prinsip-prinsip saling ketergantungan. 2) CTL mencerminkan prinsip diferensiasi 3) CTL mencerminkan prinsip pengorganisasian diri. Ada tujuh indokator pembelajarn kontekstual sehingga bisa dibedakan dengan model lainnya, yaitu : 1. Modeling (pemusatan perhatian, motivasi, penyampaian kompetensi-tujuan, pengarahan-petunjuk, rambu-rambu, contoh) 2. Questioning (eksplorasi, membimbing, menuntun, mengarahkan, mengembangkan, evaluasi, inkuiri, generalisasi) 3. Learning community (seluruh siswa partisipatif dalam belajar kelompok atau individual, minds-on, hands-on, mencoba, mengerjakan) 4. Inquiry (identifikasi, investigasi, hipotesis, konjektur, generalisasi, menemukan) 5. Constructivism (membangun pemahaman sendiri, mengkonstruksi konsep-aturan, analisis-sintesis) 6. Reflection (reviu, rangkuman, tindak lanjut) 7. Authentic assessment (penilaian selama proses dan sesudah pembelajaran, penilaian terhadap setiap aktvitas-usaha siswa, penilaian portofolio, penilaian seobjektif-objektifnya darei berbagai aspek dengan berbagai cara) BAB XIII PENGEMBANGAN SILABUS DAN RPP A. Silabus 1. Pengertian Silabus Silabus adalah rencana pembelajaran pada suatu dan/atau kelompok mata pelajaran/tema tertentu yang mencakup standar kompetensi , kompetensi dasar, materi pokok/pembelajaran, kegiatan pembelajaran, indikator pencapaian kompetensi untuk penilaian, penilaian, alokasi waktu, dan sumber belajar. (BSNP: 2006) 2. Prinsip Pengembangan Silabus 1) Ilmiah. Keseluruhan materi dan kegiatan yang menjadi muatan dalam silabus harus benar dan dapat dipertanggungjawabkan secara keilmuan. 2) Relevan. Cakupan, kedalaman, tingkat kesukaran dan urutan penyajian materi dalam silabus sesuai dengan tingkat perkembangan fisik, intelektual, sosial, emosional, dan spritual peserta didik. 3) Sistematis. Komponen-komponen silabus saling berhubungan secara fungsional dalam mencapai kompetensi. 4) Konsisten. Adanya hubungan yang konsisten (ajeg, taat asas) antara kompetensi dasar, indikator, materi pokok/pembelajaran, pengalaman belajar, sumber belajar, dan sistem penilaian. 5) Memadai. Cakupan indikator, materi pokok/pembelajaran, pengalaman belajar, sumber belajar, dan sistem penilaian cukup untuk menunjang pencapaian kompetensi dasar. 6) Aktual dan Kontekstual. Cakupan indikator, materi pokok, pengalaman belajar, sumber belajar, dan sistem penilaian memperhatikan perkembangan ilmu, teknologi, dan seni mutakhir dalam kehidupan nyata, dan peristiwa yang terjadi. 7) Fleksibel. Keseluruhan komponen silabus dapat mengakomodasi keragaman peserta didik, pendidik, serta dinamika perubahan yang terjadi di sekolah dan tuntutan masyarakat. 8) Menyeluruh. Komponen silabus mencakup keseluruhan ranah kompetensi (kognitif, afektif, psikomotor). 3. Langkah-langkah Pengembangan Silabus Langkah-langkah Pengembangan Silabus adalah sebagai berikut (BSNP: 2006): 1) Mengkaji Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Mengkaji standar kompetensi dan kompetensi dasar mata pelajaran sebagaimana tercantum pada Standar Isi, dengan memperhatikan hal-hal berikut: a. urutan berdasarkan hierarki konsep disiplin ilmu dan/atau tingkat kesulitan materi, tidak harus selalu sesuai dengan urutan yang ada di SI; b. keterkaitan antara standar kompetensi dan kompetensi dasar dalam mata pelajaran; c. keterkaitan antara standar kompetensi dan kompetensi dasar antarmata pelajaran. 2) Mengidentifikasi Materi Pokok/Pembelajaran Mengidentifikasi materi pokok/pembelajaran yang menunjang pencapaian kompetensi dasar dengan mempertimbangkan: a. potensi peserta didik; b. relevansi dengan karakteristik daerah, c. tingkat perkembangan fisik, intelektual, emosional, sosial, dan spritual peserta didik; d. kebermanfaatan bagi peserta didik; e. struktur keilmuan; f. aktualitas, kedalaman, dan keluasan materi pembelajaran; g. relevansi dengan kebutuhan peserta didik dan tuntutan lingkungan; dan h. alokasi waktu. 3) Mengembangkan Kegiatan Pembelajaran Kegiatan pembelajaran dirancang untuk memberikan pengalaman belajar yang melibatkan proses mental dan fisik melalui interaksi antarpeserta didik, peserta didik dengan guru, lingkungan, dan sumber belajar lainnya dalam rangka pencapaian kompetensi dasar. Pengalaman belajar yang dimaksud dapat terwujud melalui penggunaan pendekatan pembelajaran yang bervariasi dan berpusat pada peserta didik. Pengalaman belajar memuat kecakapan hidup yang perlu dikuasai peserta didik. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam mengembangkan kegiatan pembelajaran adalah sebagai berikut. a Kegiatan pembelajaran disusun untuk memberikan bantuan kepada para pendidik, khususnya guru, agar dapat melaksanakan proses pembelajaran secara profesional. b Kegiatan pembelajaran memuat rangkaian kegiatan yang harus dilakukan oleh peserta didik secara berurutan untuk mencapai kompetensi dasar. c Penentuan urutan kegiatan pembelajaran harus sesuai dengan hierarki konsep materi pembelajaran. d Rumusan pernyataan dalam kegiatan pembelajaran minimal mengandung dua unsur penciri yang mencerminkan pengelolaan pengalaman belajar siswa, yaitu kegiatan siswa dan materi. 4) Merumuskan Indikator Pencapaian Kompetensi Indikator merupakan penanda pencapaian kompetensi dasar yang ditandai oleh perubahan perilaku yang dapat diukur yang mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Indikator dikembangkan sesuai dengan karakteristik peserta didik, mata pelajaran, satuan pendidikan, potensi daerah dan dirumuskan dalam kata kerja operasional yang terukur dan/atau dapat diobservasi. Indikator digunakan sebagai dasar untuk menyusun alat penilaian. 5) Penentuan Jenis Penilaian Penilaian pencapaian kompetensi dasar peserta didik dilakukan berdasarkan indikator. Penilaian dilakukan dengan menggunakan tes dan non tes dalam bentuk tertulis maupun lisan, pengamatan kinerja, pengukuran sikap, penilaian hasil karya berupa tugas, proyek dan/atau produk, penggunaan portofolio, dan penilaian diri. 6) Menentukan Alokasi Waktu Penentuan alokasi waktu pada setiap kompetensi dasar didasarkan pada jumlah minggu efektif dan alokasi waktu mata pelajaran per minggu dengan mempertimbangkan jumlah kompetensi dasar, keluasan, kedalaman, tingkat kesulitan, dan tingkat kepentingan kompetensi dasar. Alokasi waktu yang dicantumkan dalam silabus merupakan perkiraan waktu rerata untuk menguasai kompetensi dasar yang dibutuhkan oleh peserta didik yang beragam. 7) Menentukan Sumber Belajar Sumber belajar adalah rujukan, objek dan/atau bahan yang digunakan untuk kegiatan pembelajaran, yang berupa media cetak dan elektronik, narasumber, serta lingkungan fisik, alam, sosial, dan budaya. Penentuan sumber belajar didasarkan pada standar kompetensi dan kompetensi dasar serta materi pokok/pembelajaran, kegiatan pembelajaran, dan indikator pencapaian kompetensi. B. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran 1. Pengertian Berdasarkan PP 19 Tahun 2005 Pasal 20 dinyatakan bahwa: ”Perencanaan proses pembelajaran meliputi silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran yang memuat sekurang-kurangnya tujuan pembelajaran, materi ajar, metode pengajaran, sumber belajar, dan penilaian hasil belajar”. Jadi, Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) adalah rencana yang menggambarkan prosedur dan menajemen pembelajaran untuk mencapai satu atau lebih kompetensi dasar yang telah dijabarkan dalam silabus. 2. Komponen RPP RPP disusun untuk setiap KD yang dapat dilaksanakan dalam satu kali pertemuan atau lebih. Guru merancang penggalan RPP untuk setiap pertemuan yang disesuaikan dengan penjadwalan di satuan pendidikan. Komponen RPP meliputi: identitas mata pelajaran, standar kompetensi, kompetensi dasar, indikator pencapaian kompetensi, tujuan pembelajaran, materi ajar, alokasi waktu, mtode pembelajaran, kegiatan pembelajaran, penilaian hasil belajar, dan sumber belajar. 3. Langkah-Langkah Penyusunan RPP Langkah-langkah minimal dari penyusunan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), dimulai dari mencantumkan Identitas RPP, Tujuan Pembelajaran, Materi Pembelajaran, Metode Pembelajaran, Langkah-langkah Kegiatan pembelajaran, Sumber Belajar, dan Penilaian. Setiap komponen mempunyai arah pengembangan masing-masing, namun semua merupakan suatu kesatuan. Penjelasan tiap-tiap komponen adalah sebagai berikut (BSNP: 2006) : 1) Mencantumkan Identitas Terdiri dari: Nama sekolah, Mata Pelajaran, Kelas, Semester, Standar Kompetensi, Kompetensi Dasar, Indikator dan Alokasi Waktu. 2) Merumuskan Tujuan Pembelajaran Output (hasil langsung) dari satu paket kegiatan pembelajaran. Bila pembelajaran dilakukan lebih dari 1 (satu) pertemuan, ada baiknya tujuan pembelajaran juga dibedakan menurut waktu pertemuan, sehingga tiap pertemuan dapat memberikan hasil. 3) Menetukan Materi Pembelajaran Untuk memudahkan penetapan materi pembelajaran, dapat diacu dari indikator. 4) Menentukan Metode Pembelajaran Metode dapat diartikan benar-benar sebagai metode, tetapi dapat pula diartikan sebagai model atau pendekatan pembelajaran, bergantung pada karakteristik pendekatan dan/atau strategi yang dipilih. Karena itu pada bagian ini cantumkan pendekatan pembelajaran dan metode yang diintegrasikan dalam satu kegiatan pembelajaran peserta didik: a. Pendekatan pembelajaran yang digunakan, misalnya: pendekatan proses, kontekstual, pembelajaran langsung, pemecahan masalah, dan sebagainya. b. Metode-metode yang digunakan, misalnya: ceramah, inkuiri, observasi, tanya jawab, e-learning dan sebagainya. 5) Menetapkan Kegiatan Pembelajaran a. Untuk mencapai suatu kompetensi dasar harus dicantumkan langkah-langkah kegiatan setiap pertemuan. Pada dasarnya, langkah-langkah kegiatan memuat unsur kegiatan pendahuluan/pembuka, kegiatan inti, dan kegiatan penutup. Langkah-langkah minimal yang harus dipenuhi pada setiap unsur kegiatan pembelajaran adalah: (a) kegiatan pendahuluan, (b) kegiatan inti, dan (c) kegiatan penutup. b. Langkah-langkah pembelajaran dimungkinkan disusun dalam bentuk seluruh rangkaian kegiatan, sesuai dengan karakteristik model pembelajaran yang dipilih, menggunakan urutan sintaks sesuai dengan modelnya. Oleh karena itu, kegiatan pendahuluan/pembuka, kegiatan inti, dan kegiatan penutup tidak harus ada dalam setiap pertemuan. 6) Memilih Sumber Belajar Pemilihan sumber belajar mengacu pada perumusan yang ada dalam silabus yang dikembangkan. Sumber belajar mencakup sumber rujukan, lingkungan, media, narasumber, alat dan bahan. Sumber belajar dituliskan secara lebih operasional, dan bisa langsung dinyatakan bahan ajar apa yang digunakan. 7) Menentukan Penilaian Penilaian dijabarkan atas teknik penilaian, bentuk instrumen, dan instrumen yang dipakai. BAB XIV LESSON STUDY A. Pengertian Lesson Study Konsep dan praktik Lesson Study pertama kali dikembangkan oleh para guru pendidikan dasar di Jepang, yang dalam bahasa Jepang-nya disebut dengan istilah kenkyuu jugyo. Adalah Makoto Yoshida, orang yang dianggap berjasa besar dalam mengembangkan kenkyuu jugyo di Jepang. Keberhasilan Jepang dalam mengembangkan Lesson Study tampaknya mulai diikuti pula oleh beberapa negara lain, termasuk di Amerika Serikat yang secara gigih dikembangkan dan dipopulerkan oleh Catherine Lewis yang telah melakukan penelitian tentang Lesson Study di Jepang sejak tahun 1993. Sementara di Indonesia pun saat ini mulai gencar disosialisasikan untuk dijadikan sebagai sebuah model dalam rangka meningkatkan proses pembelajaran siswa, bahkan pada beberapa sekolah sudah mulai dipraktikkan. Meski pada awalnya, Lesson Study dikembangkan pada pendidikan dasar, namun saat ini ada kecenderungan untuk diterapkan pula pada pendidikan menengah dan bahkan pendidikan tinggi. (Dziat: 2009 dalam http://psy-educacao.blogspot.com) Lesson Study (LS) merupakan pembinaan profesi pendidik melalui pengkajian pembelajaran secara kolaboratif dan berkelanjutan berlandaskan prinsip-prinsip kolegalitas dan mutual learning untuk membangun learning community. Lesson Study adalah belajar bersama dari suatu pembelajaran yang dilakukan baik pada pembelajaran oleh dirinya sendiri maupun pembelajaran orang lain, mulai dari persiapan sampai pelaksanaan pembelajaran dan melakukan refleksi terhadap pembelajaran tersebut. (Sukarna: 2010) Lesson Study merupakan suatu model pembinaan profesi pendidik melalui pengkajian pembelajaran secara kolaboratif dan berkelanjutan berlandaskan prinsip-prinsip kolegalitas dan mutual learning untuk membangun learning community. Lesson Study bukan suatu metode pembelajaran atau suatu strategi pembelajaran, tetapi dalam kegiatan Lesson Study dapat memilih dan menerapkan berbagai metode/strategi pembelajaran yang sesuai dengan situasi, kondisi, dan permasalahan yang dihadapi pendidik. Lesson study dapat merupakan suatu kegiatan pembelajaran dari sejumlah guru dan pakar pembelajaran yang mencakup 3 (tiga) tahap kegiatan, yaitu perencanaan (planning), implementasi (action) pembelajaran dan observasi serta refleksi (reflection) terhadap perencanaan dan implementasi pembelajaran tersebut, dalam rangka meningkatkan kualitas pembelajaran. (http://pembelajaranguru.wordpress.com) Apabila kita cermati definisi Lesson Study, maka kita menemukan 7 kata kunci, yaitu pembinaan profesi, pengkajian pembelajaran, kolaboratif, berkelanjutan, kolegialitas, mutual learning, dan komunitas belajar. Lesson Study bertujuan untuk melakukan pembinaan profesi pendidik secara berkelanjutan agar terjadi peningkatan profesionalitas pendidik terus menerus. Kalau tidak dilakukan pembinaan terus menerus maka profesionalitas dapat menurun dengan bertambahnya waktu. Bagaimana membinanya, yaitu melalui pengkajian pembelajaran secara terus menerus dan berkolaborasi. Pengkajian pembelajaran harus dilakukan secara berkala, misalnya seminggu sekali atau dua minggu sekali karena membangun komunitas belajar adalah membangun budaya yang memfasilitasi anggotanya untuk saling belajar, saling koreksi, saling menghargai, saling bantu, saling menahan ego. Prinsip kolegialitas dan mutual learning (saling belajar) diterapkan dalam berkolaborasi ketika melaksanakan kegiatan Lesson Study. Dengan kata lain, peserta kegiatan Lesson Study tidak boleh merasa superior (merasa paling pintar) atau inferior (merasa rendah diri) tetapi semua peserta kegiatan Lesson Study harus mempunyai niat untuk saling belajar. Peserta yang sudah paham atau memiliki ilmu lebih harus mau berbagi dengan peserta yang belum paham, sebaliknya peserta yang belum paham harus mau bertanya kepada peserta yang sudah paham. Narasumber dalam forum Lesson Study harus bertindak sebagai fasilitator, bukan instruktur. Fasilitator harus dapat memotivasi peserta untuk mengembangkan potensi yang dimilikinya agar para peserta dapat maju bersama. B. Ciri-ciri Lesson Study Dalam tulisannya, Catherine Lewis (dalam Dziat: 2009, http://psy-educacao.blogspot.com) mengemukakan tentang ciri-ciri esensial dari Lesson Study, yang diperolehnya berdasarkan hasil observasi terhadap beberapa sekolah di Jepang, yaitu: - Tujuan bersama untuk jangka panjang. Lesson study didahului adanya kesepakatan dari para guru tentang tujuan bersama yang ingin ditingkatkan dalam kurun waktu jangka panjang dengan cakupan tujuan yang lebih luas, misalnya tentang: pengembangan kemampuan akademik siswa, pengembangan kemampuan individual siswa, pemenuhan kebutuhan belajar siswa, pengembangan pembelajaran yang menyenangkan, mengembangkan kerajinan siswa dalam belajar, dan sebagainya.
- Materi pelajaran yang penting. Lesson study memfokuskan pada materi atau bahan pelajaran yang dianggap penting dan menjadi titik lemah dalam pembelajaran siswa serta sangat sulit untuk dipelajari siswa.
- Studi tentang siswa secara cermat. Fokus yang paling utama dari Lesson Study adalah pengembangan dan pembelajaran yang dilakukan siswa, misalnya, apakah siswa menunjukkan minat dan motivasinya dalam belajar, bagaimana siswa bekerja dalam kelompok kecil, bagaimana siswa melakukan tugas-tugas yang diberikan guru, serta hal-hal lainya yang berkaitan dengan aktivitas, partisipasi, serta kondisi dari setiap siswa dalam mengikuti proses pembelajaran. Dengan demikian, pusat perhatian tidak lagi hanya tertuju pada bagaimana cara guru dalam mengajar sebagaimana lazimnya dalam sebuah supervisi kelas yang dilaksanakan oleh kepala sekolah atau pengawas sekolah.
- Observasi pembelajaran secara langsung. Observasi langsung boleh dikatakan merupakan jantungnya Lesson Study. Untuk menilai kegiatan pengembangan dan pembelajaran yang dilaksanakan siswa tidak cukup dilakukan hanya dengan cara melihat dari Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (Lesson Plan) atau hanya melihat dari tayangan video, namun juga harus mengamati proses pembelajaran secara langsung. Dengan melakukan pengamatan langsung, data yang diperoleh tentang proses pembelajaran akan jauh lebih akurat dan utuh, bahkan sampai hal-hal yang detail sekali pun dapat digali. Penggunaan videotape atau rekaman bisa saja digunakan hanya sebatas pelengkap, dan bukan sebagai pengganti.
C. Tahap Kegiatan dalam Lesson Study Ada tiga tahapan dalam lesson study, yaitu: tahap perencanaan, tahap implementasi dan observasi, serta tahap refleksi. (http://pembelajaranguru.wordpress.com) 1. Tahap Perencanaan Pada tahap ini dilakukan identifikasi masalah yang ada di kelas yang akan digunakan untuk kegiatan lesson study dan perencanaan alternatif pemecahannya. Identifikasi masalah dalam rangka perencanaan pemecahan masalah tersebut berkaitan dengan pokok bahasan (materi pelajaran) yang relevan dengan kelas dan jadwal pelajaran, karakteristik siswa dan suasana kelas, metode/pendekatan pembelajaran, media, alat peraga, dan evaluasi proses dan hasil belajar. Dari hasil identifikasi tersebut didiskusikan (dalam kelompok lesson study) tentang pemilihan materi pembelajaran, pemilihan metode dan media yang sesuai dengan karakteristik siswa, serta jenis evaluasi yang akan digunakan. Pada saat diskusi, akan muncul pendapat dan sumbang saran dari para guru dan pakar dalam kelompok tersebut untuk menetapkan pilihan yang akan diterapkan. Pada tahap ini, pakar dapat mengemukakan hal-hal penting/baru yang perlu diketahui dan diterapkan oleh para guru, seperti pendekatan pembelajaran konstruktif, pendekatan pembelajaran yang memandirikan belajar siswa, pembelajaran kontekstual, pengembangan life skill, Realistic Mathematics Education, pemutakhiran materi ajar, atau lainnya yang dapat digunakan sebagai pertimbangan dalam pemilihan tersebut. Hal yang penting pula untuk didiskusikan adalah penyusunan lembar observasi, terutama penentuan aspek-aspek yang perlu diperhatikan dalam suatu proses pembelajaran dan indikator-indikatornya, terutama dilihat dari segi tingkah laku siswa. Aspek-aspek proses pembelajaran dan indikator-indikator itu disusun berdasarkan perangkat pembelajaran yang dibuat serta kompetensi dasar yang ditetapkan untuk dimiliki siswa setelah mengikuti proses pembelajaran. Dari hasil identifikasi masalah dan diskusi perencanaan pemecahannya, selanjutnya disusun dalam suatu perangkat pembelajaran yang terdiri atas : a. Rencana Pembelajaran (RP) b. Petunjuk Pelaksanaan Pembelajaran (Teaching Guide) c. Lembar Kerja Siswa (LKS) d. Media atau alat peraga pembelajaran e. Instrumen penilaian proses dan hasil pembelajaran. f. Lembar observasi pembelajaran. Penyusunan perangkat pembelajaran ini dapat dilakukan oleh seorang guru atau beberapa orang guru atas dasar kesepakatan tentang aspek-aspek pembelajaran yang direncanakan sebagai hasil dari diskusi. Hasil penyusunan perangkat pembelajaran tersebut perlu dikonsultasikan dengan dosen atau guru yang dipandang pakar dalam kelompoknya untuk disempurnakan. Perencanaan itu dapat juga diatur sebaliknya, yaitu seorang atau beberapa orang guru yang ditunjuk dalam kelompok mengidentifikasi permasalahan dan membuat perencanaan pemecahannya yang berupa perangkat-perangkat pembelajaran untuk suatu pokok bahasan dalam suatu mata pelajaran yang telah ditetapkan dalam kelompok. Selanjutnya, hasil identifikasi masalah dan perangkat pembelajaran tersebut didiskusikan untuk disempurnakan. 2. Tahap Implementasi dan Observasi Pada tahap ini seorang guru yang telah ditunjuk (disepakati) oleh kelompoknya, melakukan implementasi rencana pembelajaran (RP) yang telah disusun tersebut, di kelas. Pakar dan guru lain melakukan observasi dengan menggunakan lembar observasi yang telah dipersiapkan dan perangkat lain yang diperlukan. Para observer ini mencatat hal-hal positif dan negatif dalam proses pembelajaran, terutama dilihat dari segi tingkah laku siswa. Selain itu (jika memungkinkan), dilakukan rekaman video (audio visual) yang mengclose-up kejadian-kejadian khusus (pada guru atau siswa) selama pelaksanaan pembelajaran. Hasil rekaman ini berguna nantinya sebagai bukti autentik kejadian-kejadian yang perlu didiskusikan dalam tahap refleksi atau pada seminar hasil lesson study, di samping itu dapat digunakan sebagai bahan diseminasi kepada khalayak yang lebih luas. 3. Tahap Refleksi Selesai praktik pembelajaran, segera dilakukan refleksi. Pada tahap refleksi ini, guru yang tampil dan para observer serta pakar mengadakan diskusi tentang pembelajaran yang baru saja dilakukan. Diskusi ini dipimpin oleh Kepala Sekolah, Koordinator kelompok, atau guru yang ditunjuk oleh kelompok. Pertama guru yang melakukan implementasi rencana pembelajaran diberi kesempatan untuk menyatakan kesan-kesannya selama melaksanakan pembelajaran, baik terhadap dirinya maupun terhadap siswa yang dihadapi. Selanjutnya observer (guru lain dan pakar) menyampaikan hasil analisis data observasinya, terutama yang menyangkut kegiatan siswa selama berlangsung pembelajaran yang disertai dengan pemutaran video hasil rekaman pembelajaran. Selanjutnya, guru yang melakukan implementasi akan memberikan tanggapan balik atas komentar para observer. Hal yang penting pula dalam tahap refleksi ini adalah mempertimbangkan kembali rencana pembelajaran yang telah disusun sebagai dasar untuk perbaikan rencana pembelajaran berikutnya. Apakah rencana pembelajaran tersebut telah sesuai dan dapat meningkatkan performance keaktifan belajar siswa. Jika belum ada kesesuaian, hal-hal apa saja yang belum sesuai, metode pembelajarannya, materi dalam LKS, media atau alat peraga, atau lainnya. Pertimbangan-pertimbangan ini digunakan untuk perbaikan rencana pembelajaran selanjutnya. D. Hambatan dalam Lesson Study Beberapa hambatan dalam kegiatan lesson study antara lain: ü Jumlah siswa dalam satu kelas sangat banyak, menyulitkan mengenal karakteristik siswa satu persatu. ü Masih ada beberapa siswa yang belum dapat mengubah cara pembelajarannya, dan belum tersentuh/terperhatikan oleh guru. ü Masih terikatnya guru dan siswa pada buku paket sebagai sumber pembelajaran, sehingga pengetahuan siswa terbatas. ü Sarana pembelajaran masih terbatas, belum memanfaatkan multi media. ü Jumlah jam mengajar guru di tiap sekolah sangat banyak, sehingga pada setiap kali mengikuti on-service selalu meninggalkan jam pelajaran di sekolah. ü Keberadaan sekolah tempat on-service yang jauh dari lokasi tempat tinggal guru. ü Kurangnya kesadaran guru untuk melaksanakan lesson study secara mandiri. BAB XV MIKRO TEACHING Pengertian Mikro Teaching Mikro berarti kecil, terbatas, sempit. Teaching berarti mendidik atau mengajar. Mikro Teaching berarti suatu kegiatan mengajar dimana segalanya diperkecil atau disederhanakan. Apa yang disederhanakan, yaitu: · Jumlah siswa 5 – 6 orang. · Waktu mengajar 5 – 10 menit. · Bahan pelajaran hanya mencakup satu atau dua hal yang sederhana. · Ketrampilan mengajar difokuskan beberapa ketrampilan khusus saja. Unsur mikro merupakan ciri utamanya dan berusaha untuk meyederhanakan secara sistimatis keseluruhan proses mengajar yang ada. Dengan memperkecil murid, menyingkat waktu, mempersempit sarana-sarana serta membatasi keterampilan, perhatian dapat sepenuhnya diarahkan pada pembinaan penyempurnaan keterampilan khusus yang sedang dipelajari. Perbedaan Mikro Teaching dan Teaching adalah sebagai berikut (http://weblog-pendidikan.blogspot.com): | No. | Mikro Teaching | Teaching | | 1. | Dilaksanakan dalam kelas laboratorium | Dilaksanakan dalam real class room | | 2. | Sekadar real teaching | Merupakan real class room teaching | | 3. | Siswa 5 s/d 10 orang | Siswa 30 s/d 40 orang | | 4. | Waktu sekitar 10 menit | Waktu sekitar 45 menit | | 5. | Bahan terbatas | Bahan luas | | 6. | Keterampilan yang dilatihkan meliputi semua teaching skill dalam porsi yang terbatas dan terpisah-pisah | Ketrampilan yang didemonstrasikan semua teaching skill dan terintegrasi | | 7. | Dibutuhkan alat-alat laboratorium agar diperoleh feedback yang obyektif | Tidak dilengkapi dengan alat-alat laboratorium | Urgensi Mikro Teaching Mikro Teaching dapat digunakan dalam: 1. Pendidikan pre service, yaitu bagi calon guru: · Sebagai persiapan calon guru sebelum benar-benar mengajar di depan kelas. · Sebagai usaha perbaikan penampilan calon guru. 2. Pendidikan in service, yaitu bagi guru atau penilik. · Untuk meningkatkan kemampuan guru mengajar rutin, supaya menemukan dan mengetahui kelemahan-kelemahannya sendiri dan berusaha memperbaikinya. · Untuk meningaktkan kemampuan supervisor supaya ia tahu apakah bimbingan, nasihat, dan saran-sarannya benar-benar efektif dalam membantu peningkatan guru-gurunya. · Untuk percobaan melaksanakan metode baru, sebelum metode itu dilaksanakan dalam pembelajaran yang sebenarnya. Tujuan Operasional Mikro Teaching 1. Mengembangkan kemampuan mawas diri dan menilai orang lain. 2. Memungkinkan adanya perbaikan dalam waktu singkat. 3. Menanamkan rasa percaya pada diri dan bersifat terbuka dengan kritik orang lain. 4. Mengembangkan sikap kritis pendidik. 5. Menanamkan kesadaran akan nilai keterampilan mngajar dan komponen-komponennya. 6. Mengenal kelemahan-kelemahan dan keliruan-keliruan dalam penampilan keterampilan mengajar dan mengetahui penampilan yang baik. 7. Dengan menggunakan video tape recorder maka: · Memberi kesempatan guru untuk melihat dan mendengar dirinya sendiri. · Memberi kesempatan untuk mengikuti kembali kritik dan diskusi cara mengajar berulangkali. 8. Memungkinkan untuk membuat model cara mengjar. 9. Memungkinkan banyak orang yang dapat mengikuti proses belajar dan tidak tentu waktunya. 10. Merupakan medan untuk mencobakan sistem atau metode baru untuk diteliti sebelum dikembangkan. 11. Memberi kesempatan pendekatan analistis mengenai ketrampilan dan strategi mengajar. Materi Kegiatan/Program Kegiatan Yang dimaksud materi disini adalah keterampilan yang akan dilatih melalui penampilan dalam mikro teaching. Ada sepuluh ketrampilan khusus yang dapat dilatih dalam micro teaching yang kesemuanya itu merupakan dalam sebuah proses belajar mengajar. Keterampilan khusus itu meliputi (Kisno: 2010, dalam http://retorikahidupseorangkisnounila.blogspot.com) : 1. Keterampilan membuka pelajaran · Memperhatikan sikap dan tempat duduk siswa. · Memulai pelajaran setelah nampak siswa siap belajar. · Cara mengenalkan pelajaran cukup menarik. · Mengenalkan pokok pelajaran dengan menghubungkan pengetahuan yang sudah diketahui oleh siswa. 2. Keterampilan memberi motivasi · Mengucapkan “baik, bagus, ya”, bila siswa menjawab atau mengajukan pertanyaan. · Memuji dan memberi dorongan dengan senyum atau anggukan atas partisipasi siswa. · Memberi tuntunan pada siswa agar dapat memberi jawaban yang benar. · Memberi pengarahan sederhana dan pancingan, agar siswa memberi jawaban yang benar. 3. Keterampilan bertanya · Pertanyaan guru sebagian besar telah cukup jelas. · Pertanyaan guru sebagian besar jelas kaitannya dengan masalah. · Pertanyaan ditunjukan keseluruhan kelas lebih dahulu, baru menunjuk. · Pertanyaan didistribusikan secara merata di antara para siswa. · Teknik menunjuk yang memungkinkan seluruh siswa siap. 4. Keterampilan menerangkan · Keterangan guru berfokus pada inti pelajaran. · Keterangan guru menarik perhatian siswa. · Keterangan guru mudah ditangkap oleh siswa. · Penggunaan contoh, ilustrasi, dan semacamnya menarik perharian siswa. · Guru memperhatikan dengan sungguh-sungguh respon siswa yang berupa pertanyaan, reaksi, usul, dan semacamnya. 5. Keterampilan mendayagunakan media · Pemilihan media sesuai dengan PBM yang diprogramkan. · Teknik mengkomunikasikan media tepat. · Guru trampil menggunakan media. 6. Keterampilan menggunakan metode yang tepat · Ada kecocokan antara metode yang dipilih dengan tujuan pengajaran. · Ada kecocokan antara metode yang dipilih dengan materi pelajaran dan situasi kelas. · Dalam menggunakan metode telah memenuhi sistematika metode tersebut. · Alat yang dapat menunjang kelancaran penggunaan metode tersebut telah disiapkan. · Menguasai dalam penggunaan metode tersebut. 7. Keterampilan mengadakan interaksi · Ada keseimbangan antara jumlah kegiatan guru (aksi) dengan kegiatan siswa (reaksi) selama proses belajar mengajar. · Ada pengaruh langsung yang berupa: informasi, pengarahan, dan membenarkan atau menyalahkan. · Nampak ada partisipasi dari siswa yang berupa: mendengarkan, mengamati, menjawab, bertanya, dan mencoba. 8. Keterampilan penampilan verbal non verbal · Gerakan guru wajar. · Gerakan guru bebas. · Isyarat guru menggunakan tangan, badan, dan wajah cukup bervariasi. · Suara guru cukup bervariasi. · Ada pemusatan perhatian dari pihak siswa. · Pengertian indera melihat dan mendengar berjalan dengan wajar. 9. Keterampilan penjajagan/assessment · Menaruh perhatian kepada siswa yang mengalami kesulitan. · Adanya kesepakatan guru terhadap tanda siswa yang mengalami salah pengertian. · Melakukan penjajagan kepada siswa tentang pelajaran yang telah diterimanya. · Mencari apa yang menjadi sumber terjadinya kesulitan. · Melakukan kegiatan untuk mengatasi kesulitan siswa. 10. Keterampilan menutup pelajaran · Dapat menyimpulkan pelajaran dengan tepat. · Dapat menggunakan kata-kata yang dapat membesarkan hati siswa. · Dapat menimbulkan perasaan mampu (sense of achievment) dari pelajaran yang diproleh. · Dapat mendorong siswa tertarik pada pelajaran yang telah diterima. Persiapan Penyelenggaraan Dalam mempersiapkan penyelenggaraan micro teaching kita harus menetapkan. 1. Waktu diadakan mikro teaching. 2. Tempat diadakan mikro teaching. 3. Personalia dalam mikro teaching (calon yang praktek, peserta didik/siswa, orang yang akan mengadakan observasi dan penilaian, ahli teknik alat rekaman) 4. Pola mikro teaching yang akan digunakan dan dikembangkan. 5. Rencana kegiatan dan prosedur kegiatan mikro teaching 6. Sarana dan prasarana. 7. Follow up. Follow up ditentukan kapan mengajar dikelas yang sebenarnya atau melaksanakan tugas profesional guru. DAFTAR PUSTAKA BSNP. 2006. Panduan Penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Jenjang Pendidikan Dasar Dan Menengah. Jakarta: BSNP Depdiknas – Dit. Pembinaan SMA. 2009. “Pengembangan Muatan Lokal”. Diklat KTSP SMA Direktorat Ketenagaan Dikti. 2009. Program Perluasan dan Penguatan Lesson Study di LPTK. Jakarta Dziat. 2009.“Pengertian Lesson Study”, (http://psy-educacao.blogspot.com, diakses tanggal 23 Maret 2010) Kisno. 2010. “Makalah Micro Teaching”, (http://retorikahidupseorangkisnounila.blogspot.com, diakses pada tanggal 23 Maret 2010) Kusuma. 2010. “Inovasi Pendidikan”, (http://fajarkusuma.student.umm.ac.id, diakses tanggal 23 Maret 2010) Lutfizulfi. 2008. “Model-Model Pembelajaran Inovatif untuk Digunakan Guru” (http://lutfizulfi.wordpress.com, diakses tanggal 23 Maret 2010) Miranda, Dian. 2009. “Inovasi Pendidikan dan Penerapannya”, (http://dianmiranda.wordpress.com, diakses tanggal 8 Maret 2010) Pembelajaran. 2008. “Lesson Study”, (http://pembelajaranguru.wordpress.com, diakses tanggal 23 Maret 2010) Pendidikan. 2009. “Pengertian Micro Teaching”, (http://weblog-pendidikan.blogspot.com, diakses tanggal 23 Maret 2010) Pengelola Blog. 2007. “Landasan Teori inovasi Pendidikan”, (http://inovasipendidikan.wordpress.com, diakses tanggal 8 Maret 2010) Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 10 Tahun 2009 tentang “Sertifikasi Guru dalam Jabatan” Pusat Bahasa. 2008. Kamus Bahasa Indonesia. Jakarta: Pusat Bahasa Saputra. 2010. “Inovasi”, (http://h210189.blog.binusian.org, diakses tanggal 23 Maret 2010) Sukarna, I Made. 2010. “Lesson Study sebagai Upaya Peningkatkan Kinerja pembelajaran yang Dilakukan Guru”. Seri Materi Pembekalan Pengajaran Mikro. Jurusan Pendidikan FMIPA UNY Supardi, Bibit. 2008. “Pemanfaatan Internet sebagai Media Pembelajaran Fisika yang Menyenangkan”. Makalah Seminar Nasional Fisika, Pembelajaran dan Aplikasinya (SFPA) 2008, Program Magister Pendidikan Fisika, PPS UAD Yogyakarta, 29 Nopember 2008 Supriyanto, Eko. 2007. Inovasi Pendidikan. Surakarta: Muhammadiyah University Press. Supraptiningsih, dkk. 2009. “Tematik”, Modul Suplemen. Jakarta: Depdiknas Surtikanti & Joko Santoso. 2009. Strategi Belajar Mengajar. Surakarta: BP-FKIP UMS Sutarno, M dan Sri Fatmawati. 2009. “Inovasi dan Pendidikan”, (http://physicsmaster.orgfree.com, diakses tanggal 8 Maret 2010) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang “Guru dan Dosen” Ventola. 2009. “Makalah Inovasi Pendidikan”, (http://all-about-trick.blogspot.com, diakses tanggal 8 Maret 2010) |